Saya pernah menulis artikel
tentang bagaimana memilih kamera yang tepat untuk memotret kereta api. Dan di
artikel tersebut disebutkan berbagai macam jenis kamera, tetapi ada satu kamera
yang dianggap paling cocok untuk memotret kereta api, yaitu kamera DSLR.
Silahkan baca di sini artikel lengkapnya.
Seperti yang kita ketahui
bersama, kamera DSLR mempunyai berbagai macam mode pemotretan untuk memudahkan
penggunanya dalam memotret berbagai momen yang akan diabadikan. Diantaranya adalah
Manual dan AE (Auto Exposure) Mode. Auto
exposure mode dirancang sedemikian rupa agar shutter speed dan nilai aperture
ditentukan secara otomatis oleh kamera untuk mendapatkan exposure optimal. Ada beberapa
macam AE mode dalam kebanyakan kamera DSLR, antara lain Shutter-priority, Aperture-priority,
Program, dan Fully-automated. Di sini
saya tidak akan menjelaskan pengertiannya secara detail satu per satu, karena
di internet sudah banyak bertebaran artikel yang membahasnya secara detail,
cukup tanya mbah Google saja :D
![]() |
Mode Dial kamera Nikon
M = Manual Mode
A = Aperture-priority Mode
S = Shutter-priority Mode
P = Program Mode
Hijau = Auto Mode
|
![]() |
Mode Dial kamera Canon
M = Manual Mode
Av = Aperture-priority Mode
Tv = Shutter-priority Mode
P = Program Mode
Hijau = Auto Mode
|
Manual Mode
Manual mode memungkinkan fotografer mengontrol sepenuhnya nilai
aperture dan shutter speed. Semua seting di kamera kita yang menentukan.
Menggunakan mode ini memerlukan pengalaman, terutama untuk motret kereta api
dimana kita sangat bergantung pada pencahayaan alami dari matahari dan cuaca di
tempat kita memotret. Biasanya saya menggunakan mode ini saat cuaca sedang
cerah dan intensitas cahaya stabil. Stabil dalam artian cahaya matahari
menerangi spot secara terus-menerus tanpa terhalang awan atau mendung yang bisa
mengakibatkan berubahnya intensitas cahaya yang mengenai obyek –dalam hal ini kereta
api. Apabila intensitas matahari berubah-ubah, maka memotret menggunakan Manual mode cukup menyulitkan. Sering saya
alami, setelah kamera diseting menggunakan Manual
mode dan disesuaikan dengan kondisi pencahayaan yang ada, lalu obyek kereta
api datang, tiba-tiba pencahayaan berubah karena sinar matahari terhalang awan
putih atau mendung, sehingga foto yang dihasilkan menjadi kurang maksimal. Manual mode juga sering saya gunakan
saat saya akan membuat foto panning
dari kereta api, karena dengan mode ini lebih mudah menentukan speed, aperture
value dan nilai ISO yang akan saya gunakan. Saat akan memotret kereta api di
kala senja, saya juga sering menggunakan mode ini. Begitu pula saat hunting di
dalam dipo, saya memakai mode ini.
motret lokomotif di dalam Dipo Induk Sidotopo menggunakan Manual Mode data exif : Canon | 18 mm | f/8 | 1/4s | ISO-400 |
Kelebihan mode ini adalah, kita
bisa memaksimalkan kamera kita untuk mendapatkan hasil foto kereta api yang
maksimal pula, karena semua setingan kita sendiri yang menentukan. Bagus atau
tidaknya foto yang dihasilkan tergantung dari pengalaman kita menentukan
berbagai macam parameter yang ada di kamera.
Kekurangannya adalah, mode ini
cukup ribet. Tidak cocok jika dipakai saat cuaca sedang galau, atau saat kita
sedang terburu-buru. Misalnya kita tiba di spot sudah mepet dengan jam kereta
yang akan lewat, atau saat kereta akan melintas tapi kita belum bersiap.
Aperture-priority Mode
Saya menggunakan mode ini
terutama saat cuaca sedang galau (baca : pencahayaan tidak menentu). Biasanya di
saat langit banyak tertutup awan putih, saat mendung gelap, atau bahkan saat
hujan. Mode ini lebih mudah digunakan dan tidak ribet. Saya hanya menentukan
nilai aperture yang akan dipakai, selebihnya (nilai speed dan ISO) biar kamera
yang menentukan (auto). Saat cuaca cerah dan stabil pun terkadang saya
menggunakan mode ini, jika sedang malas untuk menggunakan Manual mode hehehe :D
Nilai aperture yang saya gunakan juga tergantung lensa yang saya pakai. Jika
saya memakai lensa kit atau wide, artinya saya ingin memotret kereta api
beserta pemandangan alam di sekitarnya, saya seting nilai aperture ke angka tinggi, biasanya minimal f/7.1 karena saya ingin
mendapatkan depth of field yang luas,
fokus yang luas dari ujung ke ujung frame, sehingga menghasilkan foto yang
tajam di keseluruhan frame (kereta api dan pemandangan alam di sekitarnya).
KA Kontener dipotret di pagi hari yang cerah menggunakan Aperture-priority Mode data exif : Nikon | 18 mm | f/7.1 | 1/500s | ISO-125 |
Lalu jika saya memakai lensa
tele, artinya saya hanya ingin fokus ke obyek kereta api nya saja. Biasanya ini
saya pakai jika saya ada di spot sempit, spot rel lurus, spot yang pemandangan
di sekitarnya kurang bagus, spot di tengah kota, atau jika ingin memotret fokus
ke lokomotifnya. Memotret fokus ke lokomotif biasanya saat momen-momen
tertentu, seperti traksi ganda, lokomotif dempulan, atau lokomotif yang
dipasangi bendera. Nilai aperture
yang saya gunakan biasanya minimal f/5 atau f/5.6 untuk mendapatkan depth of field yang sempit, sehingga
foto yang dihasilkan akan tajam pada titik yang terfokus, dan blur pada titik
yang tidak terkena fokus. Nilai aperture
kecil juga biasa saya gunakan saat membuat foto panning kereta api.
Mode ini mudah digunakan. Kita hanya
menentukan nilai aperture yang akan
kita gunakan, menyesuaikan dengan kebutuhan momen kereta apa yang akan kita
potret. Saat buru-buru pun, mode ini sangat membantu. Kita tidak perlu repot menentukan
nilai shutter-speed dan ISO karena
sudah ditentukan oleh kamera.
Tetapi, terkadang dengan
menggunakan mode ini, hasil foto tidak sesuai seperti yang kita inginkan. Kenapa?
Karena nilai shutter-speed dan ISO
yang ditentukan berdasarkan software yang
digunakan oleh kamera kita sehingga terkadang hasilnya tidak maksimal. Sering terjadi
saat saya memakai mode ini, foto yang dihasilkan gelap (under exposure) atau bahkan terlalu terang (over exposure) terutama di bagian langit di saat cuaca sedang
mendung.
traksi ganda KLB RUM XXXI percobaan lokomotif CC 300 batch 1 menggunakan Aperture-priority Mode data exif : Canon | 55 mm | f/10 | 1/160s | ISO-800 |
Shutter-priority Mode
Saya sangat sering (dan juga
sangat menyarankan) menggunakan mode ini saat memakai lensa tele tanpa IS (Image Stabilizer) atau VR (Vibration Reduction). Apa bedanya IS dan
VR? Sama saja, keduanya adalah fitur pengurang getaran pada lensa, beda istilah
saja. IS dipakai di lensa Canon, sedangkan VR dipakai di lensa Nikon.
Kenapa menggunakan mode ini saat memakai
lensa tele tanpa IS atau VR? Alasannya mudah saja, untuk mengurangi shake saat saya memotret. Salah satu
rumus yang dianjurkan untuk mengurangi shake
saat memotret adalah nilai shutter speed = 2x focal length. Jika saya memakai lensa 300 mm tanpa IS, maka nilai shutter speed yang saya gunakan minimal 1/600s. Dan karena nilai 1/600
tidak ada di kamera, maka saya menggunakan nilai 1/640s, nilai aperture dan ISO saya percayakan
sepenuhnya pada kamera. Saya baru tau tentang tips ini kira-kira tahun 2010.
Saat itu saya memotret KA Mutiara Timur Pagi yang sedang melenggok dari jalur 6
Stasiun Surabaya Gubeng menuju ke jalur 1. Saya memotret menggunakan kamera
Canon 1000D dan lensa tele 70-300. Hasilnya, foto yang dihasilkan shake atau goyang. Lalu ada teman yang
memberi tips agar shutter speed = 2x focal length untuk mengurangi shake. Lalu saya coba untuk memotret KA
Bima dari spot yang sama dengan kamera dan lensa yang sama, hasilnya sangat
berbeda. Tidak ada shake. Dan sejak
saat itu, saat saya memakai lensa tele tanpa IS, saya akan memakai shutter-priority mode untuk memotret. Tidak
hanya memotret kereta api, tapi juga memotret obyek lain.
Sebelumnya saya pernah menulis artikel tentang Sepur yang Bergoyang. Di artikel tersebut juga saya beri contoh memotret KA Mutiara Timur Pagi dan KA Bima menggunakan shutter-priority mode.
![]() |
foto 1 adalah KA Mutiara Timur Pagi data exif : Canon | 300 mm | F/5.6 | 1/320s | ISO-100 foto 2 adalah KA Bima data exif : Canon | 300mm | F/6.3 | 1/640s | ISO-400 |
Sama seperti aperture-priority mode, mode ini mudah digunakan. Terutama saat
kita terburu-buru atau terlambat datang ke spot foto sedangkan jam kereta
datang sudah dekat atau bahkan keretanya sudah terlihat. Kita juga tidak perlu
kuatir foto menjadi shake atau goyang
saat memakai lensa tele tanpa IS atau VR.
Kekurangan mode ini pun sama
dengan aperture-priority mode. Terkadang
foto yang dihasilkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, kurang bahkan
tidak maksimal. Seringkali under exposure
atau over exposure mewarnai foto
kereta api kita jika menggunakan mode ini.
foto KA Bengawan di Stasiun Purwosari menggunakan Shutter-priority mode data exif : Canon | 300 mm | f/11 | 1/640s | ISO-400 |
Program Mode
Dalam mode ini, kamera secara
otomatis menentukan shutter speed dan nilai aperture. Kecerahan subjek dan
jenis lensa juga diperhitungkan dalam pertimbangannya. Nah… kalau mode yang
satu ini jujur saya tidak pernah menggunakannya. Selama saya memotret kereta
api menggunakan kamera DSLR, saya sama sekali belum pernah mencoba memakai mode
ini. Kenapa kok tidak pernah? Saya sendiri ga tau kenapa saya malas menggunakan
mode ini hehehe :D
Fully-automated Mode
Ini adalah mode yang sangat mudah
untuk digunakan. Tinggal memutar mode
dial ke kotak berwarna hijau, dan kamera siap digunakan untuk memotret
apapun. Mode ini saya pakai saat dalam keadaan panik dan sangat terburu-buru. Biasanya,
saat saya datang sangat terlambat di spot dan kereta sudah dekat (bahkan sudah
terlihat), saat cuaca tiba-tiba berubah dan kereta sudah dekat, atau saat saya
sedang sangat malas untuk menyeting kamera untuk memotret sepur. Putar saja mode dial ke kotak warna hijau dan saya
tinggal mencet tombol shutternya. Gampang :v
Kelebihan mode ini cuma satu,
gampang dipakai :v
Kekurangannya, foto yang
dihasilkan seringkali tidak sesuai keinginan kita, tidak maksimal, bahkan tidak
bagus. Dan satu lagi, jika kita memakai mode ini akan banyak tukang foto yang
mem-bully kita dengan mengatakan “kamera mahal-mahal kok pake mode auto”
hahahaha :v
Kalo saya dibully gitu, saya
jawab “luweeeh, le penting motrek sepur” (terjemahan : terserah saya, yang
penting motret sepur) hahaha :v
foto traksi ganda KA Tawang Alun menggunakan Fully-automated Mode data exif : Canon | 18 mm | f/9 | 1/200s | ISO-200 |
Yang saya tuliskan di atas adalah
dari pengalaman saya memotret sepur selama beberapa tahun ini. Memang saya
masih pemula, mengenal dunia foto baru beberapa tahun saja. Masih banyak orang
yang lebih tau, lebih pintar, dan lebih bisa daripada saya. Artikel ini
pastinya banyak kekurangan, jika ingin menambahkan, mengkritik, mencaci,
memaki, atau bertanya silahkan tulis saja di kolom komentar.
Terima kasih sudah membaca.
Salam satu rel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar