Senin, 07 September 2015

Tips dan Trik : Manual, Aperture priority, Shutter priority, Program, atau Auto?

Saya pernah menulis artikel tentang bagaimana memilih kamera yang tepat untuk memotret kereta api. Dan di artikel tersebut disebutkan berbagai macam jenis kamera, tetapi ada satu kamera yang dianggap paling cocok untuk memotret kereta api, yaitu kamera DSLR. Silahkan baca di sini artikel lengkapnya.

Seperti yang kita ketahui bersama, kamera DSLR mempunyai berbagai macam mode pemotretan untuk memudahkan penggunanya dalam memotret berbagai momen yang akan diabadikan. Diantaranya adalah Manual dan AE (Auto Exposure) Mode.  Auto exposure mode dirancang sedemikian rupa agar shutter speed dan nilai aperture ditentukan secara otomatis oleh kamera untuk mendapatkan exposure optimal. Ada beberapa macam AE mode dalam kebanyakan kamera DSLR, antara lain Shutter-priority, Aperture-priority, Program, dan Fully-automated. Di sini saya tidak akan menjelaskan pengertiannya secara detail satu per satu, karena di internet sudah banyak bertebaran artikel yang membahasnya secara detail, cukup tanya mbah Google saja :D

Mode Dial kamera Nikon
M = Manual Mode
A = Aperture-priority Mode
S = Shutter-priority Mode
P = Program Mode
Hijau = Auto Mode
Saya akan memberi sedikit gambaran pengertian dan tips penggunaannya untuk memotret kereta api.


Mode Dial kamera Canon
M = Manual Mode
Av = Aperture-priority Mode
Tv = Shutter-priority Mode
P = Program Mode
Hijau = Auto Mode

Manual Mode
Manual mode memungkinkan fotografer mengontrol sepenuhnya nilai aperture dan shutter speed. Semua seting di kamera kita yang menentukan. Menggunakan mode ini memerlukan pengalaman, terutama untuk motret kereta api dimana kita sangat bergantung pada pencahayaan alami dari matahari dan cuaca di tempat kita memotret. Biasanya saya menggunakan mode ini saat cuaca sedang cerah dan intensitas cahaya stabil. Stabil dalam artian cahaya matahari menerangi spot secara terus-menerus tanpa terhalang awan atau mendung yang bisa mengakibatkan berubahnya intensitas cahaya yang mengenai obyek –dalam hal ini kereta api. Apabila intensitas matahari berubah-ubah, maka memotret menggunakan Manual mode cukup menyulitkan. Sering saya alami, setelah kamera diseting menggunakan Manual mode dan disesuaikan dengan kondisi pencahayaan yang ada, lalu obyek kereta api datang, tiba-tiba pencahayaan berubah karena sinar matahari terhalang awan putih atau mendung, sehingga foto yang dihasilkan menjadi kurang maksimal. Manual mode juga sering saya gunakan saat saya akan membuat foto panning dari kereta api, karena dengan mode ini lebih mudah menentukan speed, aperture value dan nilai ISO yang akan saya gunakan. Saat akan memotret kereta api di kala senja, saya juga sering menggunakan mode ini. Begitu pula saat hunting di dalam dipo, saya memakai mode ini.

motret lokomotif di dalam Dipo Induk Sidotopo menggunakan Manual Mode
data exif : Canon | 18 mm | f/8 | 1/4s | ISO-400
Kelebihan mode ini adalah, kita bisa memaksimalkan kamera kita untuk mendapatkan hasil foto kereta api yang maksimal pula, karena semua setingan kita sendiri yang menentukan. Bagus atau tidaknya foto yang dihasilkan tergantung dari pengalaman kita menentukan berbagai macam parameter yang ada di kamera.

Kekurangannya adalah, mode ini cukup ribet. Tidak cocok jika dipakai saat cuaca sedang galau, atau saat kita sedang terburu-buru. Misalnya kita tiba di spot sudah mepet dengan jam kereta yang akan lewat, atau saat kereta akan melintas tapi kita belum bersiap.

Aperture-priority Mode
Saya menggunakan mode ini terutama saat cuaca sedang galau (baca : pencahayaan tidak menentu). Biasanya di saat langit banyak tertutup awan putih, saat mendung gelap, atau bahkan saat hujan. Mode ini lebih mudah digunakan dan tidak ribet. Saya hanya menentukan nilai aperture yang akan dipakai, selebihnya (nilai speed dan ISO) biar kamera yang menentukan (auto). Saat cuaca cerah dan stabil pun terkadang saya menggunakan mode ini, jika sedang malas untuk menggunakan Manual mode hehehe :D

Nilai aperture yang saya gunakan juga tergantung lensa yang saya pakai. Jika saya memakai lensa kit atau wide, artinya saya ingin memotret kereta api beserta pemandangan alam di sekitarnya, saya seting nilai aperture ke angka tinggi, biasanya minimal f/7.1 karena saya ingin mendapatkan depth of field yang luas, fokus yang luas dari ujung ke ujung frame, sehingga menghasilkan foto yang tajam di keseluruhan frame (kereta api dan pemandangan alam di sekitarnya).

KA Kontener dipotret di pagi hari yang cerah menggunakan Aperture-priority Mode
data exif : Nikon | 18 mm | f/7.1 | 1/500s | ISO-125
Lalu jika saya memakai lensa tele, artinya saya hanya ingin fokus ke obyek kereta api nya saja. Biasanya ini saya pakai jika saya ada di spot sempit, spot rel lurus, spot yang pemandangan di sekitarnya kurang bagus, spot di tengah kota, atau jika ingin memotret fokus ke lokomotifnya. Memotret fokus ke lokomotif biasanya saat momen-momen tertentu, seperti traksi ganda, lokomotif dempulan, atau lokomotif yang dipasangi bendera. Nilai aperture yang saya gunakan biasanya minimal f/5 atau f/5.6 untuk mendapatkan depth of field yang sempit, sehingga foto yang dihasilkan akan tajam pada titik yang terfokus, dan blur pada titik yang tidak terkena fokus. Nilai aperture kecil juga biasa saya gunakan saat membuat foto panning kereta api.

Mode ini mudah digunakan. Kita hanya menentukan nilai aperture yang akan kita gunakan, menyesuaikan dengan kebutuhan momen kereta apa yang akan kita potret. Saat buru-buru pun, mode ini sangat membantu. Kita tidak perlu repot menentukan nilai shutter-speed dan ISO karena sudah ditentukan oleh kamera.

Tetapi, terkadang dengan menggunakan mode ini, hasil foto tidak sesuai seperti yang kita inginkan. Kenapa? Karena nilai shutter-speed dan ISO yang ditentukan berdasarkan software yang digunakan oleh kamera kita sehingga terkadang hasilnya tidak maksimal. Sering terjadi saat saya memakai mode ini, foto yang dihasilkan gelap (under exposure) atau bahkan terlalu terang (over exposure) terutama di bagian langit di saat cuaca sedang mendung.

traksi ganda KLB RUM XXXI percobaan lokomotif CC 300 batch 1
menggunakan Aperture-priority Mode
data exif : Canon | 55 mm | f/10 | 1/160s | ISO-800 
Shutter-priority Mode
Saya sangat sering (dan juga sangat menyarankan) menggunakan mode ini saat memakai lensa tele tanpa IS (Image Stabilizer) atau VR (Vibration Reduction). Apa bedanya IS dan VR? Sama saja, keduanya adalah fitur pengurang getaran pada lensa, beda istilah saja. IS dipakai di lensa Canon, sedangkan VR dipakai di lensa Nikon.

Kenapa menggunakan mode ini saat memakai lensa tele tanpa IS atau VR? Alasannya mudah saja, untuk mengurangi shake saat saya memotret. Salah satu rumus yang dianjurkan untuk mengurangi shake saat memotret adalah nilai shutter speed = 2x focal length. Jika saya memakai lensa 300 mm tanpa IS, maka nilai shutter speed yang saya gunakan minimal 1/600s. Dan karena nilai 1/600 tidak ada di kamera, maka saya menggunakan nilai 1/640s, nilai aperture dan ISO saya percayakan sepenuhnya pada kamera. Saya baru tau tentang tips ini kira-kira tahun 2010. Saat itu saya memotret KA Mutiara Timur Pagi yang sedang melenggok dari jalur 6 Stasiun Surabaya Gubeng menuju ke jalur 1. Saya memotret menggunakan kamera Canon 1000D dan lensa tele 70-300. Hasilnya, foto yang dihasilkan shake atau goyang. Lalu ada teman yang memberi tips agar shutter speed = 2x focal length untuk mengurangi shake. Lalu saya coba untuk memotret KA Bima dari spot yang sama dengan kamera dan lensa yang sama, hasilnya sangat berbeda. Tidak ada shake. Dan sejak saat itu, saat saya memakai lensa tele tanpa IS, saya akan memakai shutter-priority mode untuk memotret. Tidak hanya memotret kereta api, tapi juga memotret obyek lain.

Sebelumnya saya pernah menulis artikel tentang Sepur yang Bergoyang. Di artikel tersebut juga saya beri contoh memotret KA Mutiara Timur Pagi dan KA Bima menggunakan shutter-priority mode.

foto 1 adalah KA Mutiara Timur Pagi
data exif : Canon | 
300 mm | F/5.6 | 1/320s | ISO-100
foto 2 adalah KA Bima
data exif : Canon | 
300mm | F/6.3 | 1/640s | ISO-400
Sama seperti aperture-priority mode, mode ini mudah digunakan. Terutama saat kita terburu-buru atau terlambat datang ke spot foto sedangkan jam kereta datang sudah dekat atau bahkan keretanya sudah terlihat. Kita juga tidak perlu kuatir foto menjadi shake atau goyang saat memakai lensa tele tanpa IS atau VR.

Kekurangan mode ini pun sama dengan aperture-priority mode. Terkadang foto yang dihasilkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, kurang bahkan tidak maksimal. Seringkali under exposure atau over exposure mewarnai foto kereta api kita jika menggunakan mode ini.

foto KA Bengawan di Stasiun Purwosari menggunakan Shutter-priority mode
data exif : Canon | 
300 mm | f/11 | 1/640s | ISO-400
Program Mode
Dalam mode ini, kamera secara otomatis menentukan shutter speed dan nilai aperture. Kecerahan subjek dan jenis lensa juga diperhitungkan dalam pertimbangannya. Nah… kalau mode yang satu ini jujur saya tidak pernah menggunakannya. Selama saya memotret kereta api menggunakan kamera DSLR, saya sama sekali belum pernah mencoba memakai mode ini. Kenapa kok tidak pernah? Saya sendiri ga tau kenapa saya malas menggunakan mode ini hehehe :D

Fully-automated Mode
Ini adalah mode yang sangat mudah untuk digunakan. Tinggal memutar mode dial ke kotak berwarna hijau, dan kamera siap digunakan untuk memotret apapun. Mode ini saya pakai saat dalam keadaan panik dan sangat terburu-buru. Biasanya, saat saya datang sangat terlambat di spot dan kereta sudah dekat (bahkan sudah terlihat), saat cuaca tiba-tiba berubah dan kereta sudah dekat, atau saat saya sedang sangat malas untuk menyeting kamera untuk memotret sepur. Putar saja mode dial ke kotak warna hijau dan saya tinggal mencet tombol shutternya. Gampang :v

Kelebihan mode ini cuma satu, gampang dipakai :v

Kekurangannya, foto yang dihasilkan seringkali tidak sesuai keinginan kita, tidak maksimal, bahkan tidak bagus. Dan satu lagi, jika kita memakai mode ini akan banyak tukang foto yang mem-bully kita dengan mengatakan “kamera mahal-mahal kok pake mode auto” hahahaha :v

Kalo saya dibully gitu, saya jawab “luweeeh, le penting motrek sepur” (terjemahan : terserah saya, yang penting motret sepur) hahaha :v

foto traksi ganda KA Tawang Alun menggunakan Fully-automated Mode
data exif : Canon | 
18 mm | f/9 | 1/200s | ISO-200
Yang saya tuliskan di atas adalah dari pengalaman saya memotret sepur selama beberapa tahun ini. Memang saya masih pemula, mengenal dunia foto baru beberapa tahun saja. Masih banyak orang yang lebih tau, lebih pintar, dan lebih bisa daripada saya. Artikel ini pastinya banyak kekurangan, jika ingin menambahkan, mengkritik, mencaci, memaki, atau bertanya silahkan tulis saja di kolom komentar.

Terima kasih sudah membaca.

Salam satu rel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar