Selasa, 29 September 2015

Tips dan Trik : Menangkap romantisnya kereta api saat sunset dan golden hour

Di sini saya akan langsung memberikan contoh foto beserta data exif nya, saat saya menangkap momen matahari terbenam di Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan

Matahari terbenam dan KA Prambanan Ekspres di Stasiun Lempuyangan

Stasiun Tugu Yogyakarta, Lokomotif, dan matahari terbenam menjadi satu dalam suasana romantisnya Jogja

Data exif kedua foto di atas adalah sama, yaitu,

kamera Nikon D3000
focal length 55 mm
diafragma f/6.3
shutter speed 1/50s
nilai ISO-100
metering spot

Dengan nilai shutter speed 1/50s cukup untuk membekukan gerakan kereta yang sedang masuk stasiun, yang bergerak dengan kecepatan kurang lebih 25-30 km/jam. Perpaduan nilai diafragma, shutter speed dan ISO tersebut juga sudah cukup untuk merekam detail keadaan di sekitar kereta. Sedangkan metering spot saya gunakan untuk agar matahari terbenam terlihat bulat sempurna, cahaya nya tidak berpendar. Semua saya seting menggunakan manual setting.

Sedangkan foto berikut ini data exifnya berbeda. Saya menggunakan setting auto karena kamera yang saya gunakan adalah kamera prosumer.

kamera Fuji Film
focal length 75 mm
diafragma f/5.6
shutter speed 1/170s
nilai ISO-200

matahari terbenam mengiringi rangsirang rangkaian KA Gajahwong di Stasiun Lempuyangan
Dalam file aslinya, foto ini terlihat gelap. Matahari terbenam memang terlihat bulat sempurna, namun rel dan kereta api nya terlihat gelap. Dengan bantuan software pengolah gambar, saya membuat kereta api dan rel nya terlihat lebih terang dan lebih terlihat detailnya. 

Satu kesamaan dari ketiga foto di atas adalah waktu pengambilan. Foto pertama diambil pada jam 17.37, foto kedua diambil pada jam 17.39, sedangkan foto ketiga diambil pada jam 17.40, pada hari yang berbeda-beda.

Berbeda lagi dengan dua foto berikutnya.

KA Sancaka Sore bermandikan cahaya sore yang hangat
data exif : Canon | 300 mm | f/5.6 | 1/640s | ISO-500 | 17.30 WIB

KA Sancaka Sore dengan cahaya kuning keemasan
data exif : Canon | 300 mm | f/5.6 | 1/640s | ISO-400 | 17.34 WIB
Kedua foto di atas pada dasarnya adalah foto yang backlight. Tetapi, karena dipotret saat golden hour maka meskipun kedua foto di atas backlight tetapi malah terlihat lebih indah, lebih cantik, dan tentu saja romantis. 

Kedua foto di atas memiliki exif yang hampir sama, hanya berbeda nilai ISO nya saja. Perbedaannya pun juga sedikit. Saya menggunakan lensa tele 70-300 tanpa IS (Image Stabilizer) oleh karena itu saya menggunakan nilai shutter speed 1/640 untuk menghindari shake. Karena kamera saya seting menggunakan shutter priority, maka nilai ISO dan diafragma ditentukan secara otomatis oleh software kamera Canon 550D yang saya pakai. Dan nilai nya pun sama untuk diafragma dan sedikit berbeda untuk ISO. Karena matahari terbenamnya tidak terlihat, maka nilai ISO tersebut tidak menjadi masalah. Akan tetapi jika terlihat mataharinya, nilai ISO tersebut akan membuat sinar matahari menjadi berpendar dan saya tidak akan mendapat matahari dengan bentuk bulat sempurna.

Satu lagi kesamaan dari kelima foto di atas, adalah waktu pengambilan foto. Mengabadikan cantiknya golden hour hanya bisa dilakukan saat sore hari, antara jam 17.00 sampai 17.30 waktu setempat. Momen sunset atau matahari terbenam diiringi dengan golden hour adalah momen yang sangat cepat, hanya terjadi beberapa menit saja. Jadi jika ingin menangkap momen matahari terbenam dan kereta api, pastikan untuk sudah berada di spot yang tepat minimal satu jam sebelum matahari terbenam. Pastikan juga Anda membawa kamera, baterai sudah terisi penuh dan ada memori card di dalam kamera Anda :D

Selamat berburu kereta api beserta romantisnya sunset dan golden hour.

Sabtu, 26 September 2015

Tips dan Trik : Pembingkaian video untuk iklan

Sekarang ini berburu foto atau video kereta api bukan hanya untuk hobi atau dokumentasi. Berburu foto atau video kereta api sudah masuk ke dalam ranah seni, bahkan untuk komersial atau dijual. Khusus untuk video, video yang dihasilkan bisa “dijual” ke youtube. Bagaimana caranya? Video tersebut diunggah dan dipasang iklan sehingga akan menghasilkan rupiah. Bagaimana caranya memasang iklan di video yang diunggah di youtube? Silahkan klik di sini untuk lebih jelasnya.

Saat membuat video kereta api, kita –para pemburu kereta api sering kali berpikir bahwa kita harus membuat video sebaik mungkin, sebagus mungkin, mendapat momen selangka mungkin, agar nanti saat diunggah di youtube video kita akan ditonton oleh banyak orang dan menghasilkan rupiah yang lebih banyak. Tapi yang seringkali kita lupa, bahwa nanti saat video tayang, akan ada iklan yang ukurannya lumayan besar yang akan nongkrong di video kita selama beberapa detik. Menurut dokumentasi resmi dari Google, iklan berupa spanduk iklan ditayangkan minimal 15 detik selamat video diputar, berukurang kurang lebih 300x60 px. Klik di sini untuk lebih lengkapnya. Sedangkan ukuran maksimal video yang diunggah ke youtube adalah 1280x720 px (HD video). Ukuran spanduk iklan tersebut sudah menutup hampir separuh video kita. Spanduk iklan tersebut terletak di sepertiga bagian bawah video kita.

Video KA Malioboro Ekspres di Madiun. Spanduk iklan menutup sepertiga bagian bawah frame video
Nah, permasalahan yang timbul sekarang, seringkali spanduk iklan tersebut tidak kita perhitungkan saat kita membuat video kereta api. Inilah kesalahan yang sering kita buat.

Saat pertama kali membuat video dan mengunggahnya di youtube untuk diberi iklan, saya juga tidak memikirkan hal ini. Saya sekedar membuat video yang sebagus-bagusnya lalu saya unggah di youtube dan diberi iklan. Lalu kemudian saya menyadari, bahwa terkadang kereta api sebagai POI dalam video saya ternyata tertutup oleh spanduk iklan. Dan tentu saja agar kereta api nya terlihat makan spanduk iklan akan saya hilangkan. Padahal, penghasilan yang akan saya dapatkan dari iklan di youtube salah satunya adalah berapa lama iklan tersebut tayang. Jika iklan tersebut sukses tayang selama durasi tayang minimalnya, maka saya akan mendapat penghasilan yang penuh dari satu iklan tersebut. Tapi jika baru setengah durasi tayang minimalnya, iklan atau spanduk iklan tersebut dihapus oleh penonton maka penghasilan saya juga tidak maksimal.  Kenapa penonton menghapus spanduk iklan? Alasan utama adalah karena kereta api yang ingin mereka tonton tertutup oleh spanduk iklan.

Video KA Bima di Surabaya. POI nya tertutup oleh iklan.Spot dari atas memang agak menyulitkan kita untuk menempatkan POI agar nantinya tidak tertutup oleh iklan di bagian bawah video kita
Bukan hanya pada video saya, pada video teman-teman saya sesama penghobi kereta api saya juga melihat hal yang sama. Bahkan saya juga melakukan hal yang sama sebagai penonton. Saya menghilangkan spanduk iklan yang sedang tayang di video. Kenapa? Karena kereta api yang ingin saya lihat tertutup oleh spanduk iklan. Ini sangat merugikan sekali. Lalu bagaimana cara mengatasinya?

Video KA Sancaka Sore di Solo. Sama seperti contoh di atas, kereta api tertutup iklan.Bedanya, spot ini lebih rendah dari video di atas, sehingga kereta api terlihat lebih besar dan meskipun tertutup spanduk iklan, POI masih cukup jelas dilihat. Tetap saja, spanduk iklan yang menutup POI sangat tidak nyaman untuk ditonton.
Kita tahu ada aturan yang namanya Rule of Third. Sebetulnya ini bukan aturan atau panduan, lebih tepatnya bantuan untuk membuat foto kita menjadi lebih enak dipandang. Rule of third membagi frame foto menjadi 3 bagian, dan menempatkan obyek foto atau Point of Interest sedemikian rupa sehingga foto lebih enak dipandang. Begitu juga saat memotret kereta api, kita bisa menggunakan rule of third untuk membantu kita membuat foto kereta api yang lebih baik. Lebih lengkapnya bagaimana menggunakan rule of third untuk memotret kereta api, silahkan klik di sini.

Saat membuat video kereta api, kita juga bisa menggunakan rule of third untuk membantu kita. Tidak hanya untuk membuat video lebih enak ditonton, tapi juga untuk meletakkan obyek video –dalam hal ini kereta api dengan tepat dalam framing video agar nantinya saat diunggah ke youtube dan diberi iklan, kereta api nya tidak tertutup oleh spanduk iklan.

Posisi, ukuran, dan durasi tayang spanduk iklan dalam video sudah ditentukan oleh Google, jadi kita tidak bisa merubahnya. Yang bisa kita ubah adalah cara kita membuat video kereta api. Posisi spanduk iklan ada di sepertiga bawah video yang sedang tayang. Ingat, sepertiga bagian bawah. Kita tentu ingat juga rule of third yang membagi frame menjadi tiga bagian. Di sinilah rule of third itu berperan.

Video KA Sritanjung di Prambanan.Menggunakan rule of third untuk membantu kita membuat framing atau pembingkaian yang lebih baik saat merekam video, agar spanduk iklan tidak menutup POIi dalam video kita
Saat memotret, kita membayangkan ada 4 garis pandu yang membagi frame foto kita menjadi tiga bagian. Dua garis vertikal membagi frame menjadi 3 bagian vertikal, dan dua garis horisontal yang membagi frame menjadi tiga bagian horisontal. Lalu kita membayangkan POI foto kita tempatkan di salah satu dari tiga bagian tersebut. Begitu pula saat kita merekam video. Jika kita merekam video tidak untuk diunggah di youtube dan dipasang iklan, tidak masalah jika kita tidak menggunakan rule of third untuk membantu kita. Tapi jika video tersebut nantinya diunggah di youtube dan dipasang iklan, maka penggunaan rule of third untuk membantu membuat video adalah hal yang sangat saya sarankan.

Saat membuat video, kita tidak hanya membayangkan akan menempatkan POI dalam salah satu dari tiga bagian frame, tapi juga membayangkan letak iklan yang nantinya akan tayang di video kita. Kita harus bisa menentukan bagaimana framing video kita agar nantinya POI dalam video kita tidak tertutup oleh spanduk iklan saat tayang. Beruntunglah kita karena posisi spanduk iklan sudah ditentukan oleh Google, yaitu di sepertiga bagian paling bawah. Selanjutnya kita hanya perlu menentukan di mana letak POI dalam frame video kita. Tentu saja nantinya POI harus kita tempatkan di dua per tiga bagian atas frame video. Dan hal ini bukanlah hal yang mudah bagi para pemburu kereta api. Kenapa?

Seperti yang kita ketahui bersama, berburu kereta api sangat bergantung pada keadaan di lokasi yang telah kita pilih. Tidak seperti membuat video di dalam studio, yang semuanya sudah dipersiapkan di dalam studio. Studio untuk merekam video kereta api sangatlah luas, dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor dan kondisi. Saya tidak perlu menjelaskan lagi, untuk para pemburu kereta api pasti tahu apa saja faktor dan kondisi yang mempengaruhi saat berburu kereta api. Tetapi saya bisa membantu memilih “studio” yang akan kita pakai untuk membuat video kereta api. Klik di sini untuk mengetahui bagaimana cara memilih “studio” untuk membuat video kereta api yang lebih baik.

Video KA Gajahwong di atas jembatan Sungai Code. Memilih low angle adalah salah satu trik yang saya pakai agar nantinya spanduk iklan tidak menutup POI dalam video saya
Dengan bantuan rule of third sebisa mungkin kita menempatkan POI –dalam hal ini kereta api pada dua per tiga bagian atas frame video. Memang hal ini tidak mudah. Perlu pengetahuan, pembelajaran, dan tentunya pengalaman. Kita perlu berkali-kali merekam agar bisa dengan tepat menempatkan kereta api ke dalam frame video, dengan berbagai macam kondisi yang ada di “studio” saat kita membuat video. Kita juga perlu menggunakan berbagai macam teknik merekam video agar bisa menghasilkan video yang “layak” untuk dijual. Teknik framing atau pembingkaian yang bagaimana yang bisa kita pakai? Silahkan klik di sini untuk lebih jelasnya.

Intinya, kita harus bisa mengolah kreatifitas kita agar nantinya video yang kita hasilkan layak untuk ditonton dan dijual. Pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman sangat mempengaruhi hasil yang kita inginkan. Peralatan yang kita pakai juga ikut mempengaruhi. Peralatan atau gear apapun yang nantinya kita pakai, pengetahuan dan pengalaman kita juga lah yang akan menentukan hasil akhirnya. Kita juga bisa menggunakan berbagai macam teknik dan trik agar dapat menghasilkan video yang layak untuk ditonton dan dijual.


Selamat berburu kereta api. Tetap utamakan keselamatan, baik itu keselamatan diri sendiri, orang lain, dan juga keselamatan perjalanan kereta api.

Selasa, 15 September 2015

Berbagi : Pengalaman menjadi seorang railfans (bagian pertama)

Kita mengenal berbagai macam hobi dalam kehidupan kita sehari-hari, dan berbagai macam sebutan untuk orang-orang yang menyukai hobi-hobi tersebut.Salah satunya adalah railfans. Railfans adalah sebutan untuk orang-orang dengan hobi kereta api. Di luar negeri, para penghobi kereta api disebut juga sebagai Railway Enthusiast.  Para penghobi kereta api adalah orang-orang yang menyukai, menggemari, bahkan mencintai kereta api. Mereka suka melihat, menonton, menaiki, memotret, dan menikmati kereta api dari berbagai macam sisi. Ada yang suka menonton kereta api, bepergian dengan naik kereta api atau sekedar jalan-jalan naik kereta api (railfans menyebutnya dengan istilah  joyride). Ada juga yang suka memotret kereta api, mempelajari sejarahnya, menyusuri jalur-jalur mati peninggalan jaman penjajahan (railfans menyebutnya dengan istilah tracking jalur mati), bahkan ada yang mempelajari teknik kereta api, seperti seluk beluk lokomotif, gerbong, kereta penumpang dan lain sebagainya. Pengetahuan mereka bahkan bisa melebihi pengetahuan para pegawai kereta api itu sendiri. Ada juga yang menggemari kereta api lama dan kuno, seperti kereta uap dan lori pabrik tebu. Ada juga yang lebih menyukai kereta api modern. Intinya, railfans adalah orang-orang yang menyukai apapun yang berjalan di atas rel hehehe :D

Dan saya adalah salah satu diantara mereka, salah satu diantara orang-orang penghobi kereta api, penikmat ular besi yang merayap di atas rel baja. Saya adalah salah satu yang disebut railfans. Saya suka melihat kereta api, bepergian naik kereta api, jalan-jalan naik kereta api, dan utamanya memotret kereta api.

Saya menyukai kereta api sejak kecil, mungkin sejak umur 5 tahun (saya tidak ingat kapan tepatnya). Menurut cerita dari almarhumah Ibu (Ide Fitriyah) saya, almarhum Bapak (Ruwah Djiman) saya memperkenalkan kereta api kepada saya sejak umur 2 tahun, sejak saya dan almarhumah Ibu pindah dari Solo ke Surabaya untuk mengikuti almarhum Bapak yang berdinas di kesatuan TNI-AL, tepatnya di Rumkit Dr. Ramelan Surabaya. Masih menurut cerita almarhumah Ibu, setiap akhir minggu saat Bapak libur dari dinas, Bapak sering mengajak saya ke Stasiun Wonokromo yang letaknya tidak jauh dari Rumkit Dr. Ramelan. Di sana saya dikenalkan kepada kereta api, diajak nonton kereta api , bahkan Bapak sempat mencorengkan gemuk (gemuk adalah istilah bahasa Jawa yang artinya bekas tetesan minyak mesin atau oli yang bercampur dengan tanah atau debu) ke pipi saya. Katanya, biar saya suka dengan kereta api. Alhasil, jadilah saya seorang railfans hahaha :v

Saat mudik ke kota kelahiran Bapak dan Ibu –di Jogja dan Solo, kami sekeluarga selalu naik kereta api. Seingat saya, kereta api yang sering kami naiki saat itu adalah KA Purbaya. KA Purbaya adalah KA yang melayani rute Purwokerto – Surabaya PP., sekarang berganti nama menjadi KA Logawa, melayani rute Purwokerto – Jember PP. Saya tidak ingat tahun berapa tepatnya KA ini mulai beroperasi, mungkin teman-teman yang lebih tahu bisa berbagi informasinya. Saya hanya ingat, waktu itu saya masih duduk di Sekolah Dasar, jadi kira-kira tahun 80 – 90 an. Saya juga ingat KA Purbaya ditarik lokomotif berjenis BB dengan membawa 4 – 5 kereta penumpang yang selalu penuh. Harga tiketnya dari Solo ke Surabaya saya tidak ingat hehehe :D

Semenjak saya kecil, saya suka melihat kereta api. Apalagi rumah orang tua saya dulu di Perumahan Dinas TNI-AL Tebel, yang berada tepat di seberang rel jalur Surabaya – Malang. Jadi saya bisa menikmati kereta api dengan mudah, setiap hari. Saya sempat menyaksikan dua kejadian kecelakaan kereta api (dalam dunia kereta api disebut dengan PLH atau Peristiwa Luar biasa Hebat) yang terjadi di rel di depan rumah tinggal saya. Saat itu kereta api menabrak (atau mungkin lebih tepatnya ditabrak) truk bermuatan batu kapur (di depan perumahan adalah pabrik pengolahan batu kapur). Peristiwa tersebut terjadi tepat di pintu perlintasan di depan pabrik. Dan PLH tersebut terjadi dua kali dengan jarak waktu yang agak lama, tapi tidak lebih dari satu tahun.

Kesukaan saya memotret kereta api dimulai sekitar tahun 2009. Saat itu saya sedang dalam perjalanan pulang dari Jogja ke Sidoarjo menumpang KA Bima dari Stasiun Tugu Yogyakarta. KA Bima adalah KA kelas eksekutif pertama yang saya naiki, karena selama bepergian dengan kereta api, keluarga saya selalu naik kereta kelas ekonomi. Sehingga sampai sekarang, KA Bima menjadi kereta api favorit saya :D

foto kereta api saya yang pertama
Stasiun Tugu, 04 Juli 2009
kalo tidak salah ingat ini adalah KA Gajayana
Awalnya saya memotret hanya sekedar iseng, hanya ingin mengabadikan sesuatu yang menjadi kesukaan saya, kegemaran saya. Memotretnya pun hanya menggunakan kamera handphone Sony Ericsson K790i. Dan karena memotretnya hanya asal-asalan dan menggunakan kamera hp, maka hasilnya pun juga apa adanya hehe :D


foto Stasiun Tugu Yogyakarta, diambil tanggal 04 Juli 2009 saat saya menunggu KA Bima
Saya yang saat itu sudah bekerja sebagai operator warnet, suka menikmati foto-foto kereta api yang ada di internet. Hanya menikmati saja, belum bisa memotretnya. Saya mencari foto-foto kereta api melalui google, dan oleh google diarahkan ke flickr.com. Di sanalah awalnya saya mengenal fotografi kereta api. Begitu banyak foto kereta api dari para railfans yang memenuhi flickr. Yang paling saya hapal adalah foto dengan watermark “Ricki Pecinta Bangunkarta” dan “NR SDT”. Para penghobi kereta api pasti tau, siapa pemilik watermark tersebut :D

Dan semenjak itulah, saya mulai mencoba untuk memotret kereta api menggunakan kamera hp saya.  Pertama kali memotret kereta api -semenjak saya melihat foto-foto di flickr, adalah di Stasiun Sidoarjo. Sekitar tahun 2010. Saya memotret di Stasiun Sidoarjo karena tempat kerja saya dekat dengan stasiun tersebut, dan stasiun tersebut menjadi stasiun yang penuh kenangan untuk saya.

CC 201 24 melayani KA Penataran dari Surabaya tujuan Malang
salah satu foto kereta api di awal saya menjadi penghobi kereta api, sekitar tahun 2010
Yang pertama saya foto adalah KA Penataran yang melayani rute Surabaya – Malang. Lalu barisan kereta api teknik untuk perawatan rel yang sedang berbaris rapi di jalur 4 Stasiun Sidoarjo. Pengetahuan saya tentang kereta api saat itu sangatlah terbatas. Saya hanya tau jenis lokomotif CC 201 dari plat nomor yang terpasang di sisi kanan dan kiri kabin lokomotif. Saya juga tahu nama kereta api dari jadwal yang terpasang di stasiun. Saat itu, untuk masuk dan keluar area stasiun cukup mudah, hanya mengeluarkan uang sebesar Rp 1500 untuk membayar tiket peron. Jika ditanya petugas ada perlu apa di dalam stasiun, saya menjawab “mau menjemput teman” hahaha :D

foto barisan kereta perawatan rel yang berjajar di jalur 4 Stasiun Sidoarjo
awalnya saya pikir ini adalah foto biasa, ternyata ini adalah foto momen yang luar biasa.
saya beruntung bisa mendapatkannya
Saat itu populasi penghobi kereta api di Sidoarjo masih sangat sedikit. Yang saya tahu, hanya saya orang yang menghobi kereta api. Dan ternyata saya salah besar hahaha. Ternyata ada beberapa orang yang lebih dahulu menghobi kereta api di Sidoarjo.

Lalu saya mengenal facebook, dan dari facebook lah saya mulai masuk ke dunia hobi kereta api secara lebih luas. Dari fecebook lah saya mendapat banyak sekali teman, saudara, keluarga baru yang sama-sama menghobi kereta api. Penghobi kereta api pertama yang saya tambahkan sebagai teman di facebook adalah PakdheAnang Christian. Saya ingat, foto profil beliau adalah sedang berdiri di samping lokomotif sambil memegang handrail lokomotif. Dari facebook Pakdhe Anang, saya selanjutnya menambahkan orang paling legendaries di dunia railfans, pemilik watermark “Ricki Pecinta Bangunkarta” yang fotonya sangat saya suka di flickr. Dia adalah RickiVanhouten Dirjomangunkusumo Jayaningrat, alias Ricki, alias Dirjo. Salah satu sahabat railfans terbaik yang pernah saya miliki. Selanjutnya, saya menambahkan lebih banyak teman sesama penghobi kereta api di facebook. Dan di facebook juga lah saya “memamerkan” hasil karya foto kereta api saya. Tapi bukan cuma saya lho, teman-teman saya yang lain juga memamerkan hasil karya mereka, bahkan mereka melakukannya lebih dulu hehehe  :D

Di facebook juga lah saya mengenal satu orang yang saya anggap sangat berjasa di kehidupan dan dunia saya sekarang. Dia mengajari saya banyak hal, salah satunya mengajari saya bagaimana cara memotret dengan baik, khususnya memotret kereta api. Dia adalah guru, teman, sahabat, saudara, dan sudah saya anggap sebagai keluarga saya. Rendra Swariyan Habib namanya. Dari orang ini saya belajar banyak hal, tentang hobi, tentang keluarga, tentang kehidupan, dan banyak sekali.

Tahun 2010, saya bergabung dengan sebuah komunitas yang juga ikut membesarkan saya, memberikan banyak sekali pelajaran berharga kepada saya. Tahun 2010 adalah awal saya bergabung dengan KOMUTER (Komunitas Peduli dan Pecinta Kereta Api). Sebelum bergabung, saya sering melihat foto-foto kegiatan Komuter di facebook. Begitu banyak kegiatan mereka yang berhubungan dengan kereta api. Mereka juga memakai seragam biru hitam yang keren. Dan saat itulah saya memutuskan bergabung dengan Komuter.

Pertama kali saya menghubungi ketua komunitas tersebut. Mas AnzharPratama. Mas Anzhar adalah Ketua Komuter (kami menyebutnya masinis) generasi pertama. Dia dan tiga orang lainnya -mas Rizal Rahardian, mas Ainan, dan pak M. Syamsuri adalah para pendiri Komuter. Pertama kali saya bertemu dengan mas Anzhar dan mas Rizal di Stasiun Surabaya Gubeng, di tempat nongkrong mereka di jalur 6. Saat bertemu mereka, saya menyatakan ingin bergabung dengan Komuter. Dan kegiatan pertama yang saya ikuti saat itu adalah menumpang KA Sancaka Pagi dari Stasiun Gubeng menuju Stasiun Surabaya Kota. Lalu ikut naik ke lokomotif (para railfans menyebutnya dengan CR atau Cabin Ride) KA Sancaka, yaitu CC 201 05 dari Stasiun Surabaya Kota menuju Dipo Lokomotif Sidotopo. Selanjutnya melihat-lihat dipo lokomotif dan dipo kereta dan menyaksikan bekas Kereta Sultan yang tersimpan di pojok dipo kereta Sidotopo. Itu adalah pengalaman sangat berharga yang tidak akan pernah saya lupakan. Dari dipo loko Sidotopo, saya sempat tertinggal teman-teman yang lebih dulu naik loko kembali ke Stasiun Surabaya Kota. Akhirnya saya dan teman saya Reza TriPramudita, menumpang loko KA Penataran dari dipo loko Sidotopo ke Stasiun Surabaya Kota. Pengalaman yang luar biasa.

Saat itu saya masih terus suka memotret kereta api, dengan kamera hp saya tentunya. Saya memotret di stasiun-stasiun seperti Sidoarjo, Surabaya Gubeng, Sutabaya Kota, Wonokromo, Porong, Lawang, Tarik, bahkan sampai Mojokerto. Walaupun hanya dengan kamera handphone, saya sangat bersyukur bisa memotret kereta api. Sampai akhirnya saya bertemu teman-teman Komuter lain di Stasiun Tarik.



berikut beberapa foto pertama saya menjadi penghobi kereta api. semua foto diambil dengan kamera handphone Sony Ericsson K790i

lokomotif D 301 61 sedang berdinas melangsir rangkaian gerbong Kricak di Stasiun Bangil
KA Komuter Arek Surokerto melayani rute Surabaya - Mojokerto, sedang berhenti di jalur 2 Stasiun Tarik

KA Penataran dan Doho sedang bersiap di jalur 2 dan 3 Stasiun Surabaya Kota (Stasiun Semut)

dua KA Penataran bertemu di Stasiun Porong

beberapa lokomotif yang sedang beristirahat di Dipo Lokomotif Sidotopo

KA Komuter Surabaya - Sidoarjo berangkat dari Stasiun Surabaya Kota (Stasiun Semut)

KA Tawang Alun dengan lokomotif BB 304 03 bersilang KA Penataran di Stasiun Lawang

Senin, 07 September 2015

Tips dan Trik : Manual, Aperture priority, Shutter priority, Program, atau Auto?

Saya pernah menulis artikel tentang bagaimana memilih kamera yang tepat untuk memotret kereta api. Dan di artikel tersebut disebutkan berbagai macam jenis kamera, tetapi ada satu kamera yang dianggap paling cocok untuk memotret kereta api, yaitu kamera DSLR. Silahkan baca di sini artikel lengkapnya.

Seperti yang kita ketahui bersama, kamera DSLR mempunyai berbagai macam mode pemotretan untuk memudahkan penggunanya dalam memotret berbagai momen yang akan diabadikan. Diantaranya adalah Manual dan AE (Auto Exposure) Mode.  Auto exposure mode dirancang sedemikian rupa agar shutter speed dan nilai aperture ditentukan secara otomatis oleh kamera untuk mendapatkan exposure optimal. Ada beberapa macam AE mode dalam kebanyakan kamera DSLR, antara lain Shutter-priority, Aperture-priority, Program, dan Fully-automated. Di sini saya tidak akan menjelaskan pengertiannya secara detail satu per satu, karena di internet sudah banyak bertebaran artikel yang membahasnya secara detail, cukup tanya mbah Google saja :D

Mode Dial kamera Nikon
M = Manual Mode
A = Aperture-priority Mode
S = Shutter-priority Mode
P = Program Mode
Hijau = Auto Mode
Saya akan memberi sedikit gambaran pengertian dan tips penggunaannya untuk memotret kereta api.


Mode Dial kamera Canon
M = Manual Mode
Av = Aperture-priority Mode
Tv = Shutter-priority Mode
P = Program Mode
Hijau = Auto Mode

Manual Mode
Manual mode memungkinkan fotografer mengontrol sepenuhnya nilai aperture dan shutter speed. Semua seting di kamera kita yang menentukan. Menggunakan mode ini memerlukan pengalaman, terutama untuk motret kereta api dimana kita sangat bergantung pada pencahayaan alami dari matahari dan cuaca di tempat kita memotret. Biasanya saya menggunakan mode ini saat cuaca sedang cerah dan intensitas cahaya stabil. Stabil dalam artian cahaya matahari menerangi spot secara terus-menerus tanpa terhalang awan atau mendung yang bisa mengakibatkan berubahnya intensitas cahaya yang mengenai obyek –dalam hal ini kereta api. Apabila intensitas matahari berubah-ubah, maka memotret menggunakan Manual mode cukup menyulitkan. Sering saya alami, setelah kamera diseting menggunakan Manual mode dan disesuaikan dengan kondisi pencahayaan yang ada, lalu obyek kereta api datang, tiba-tiba pencahayaan berubah karena sinar matahari terhalang awan putih atau mendung, sehingga foto yang dihasilkan menjadi kurang maksimal. Manual mode juga sering saya gunakan saat saya akan membuat foto panning dari kereta api, karena dengan mode ini lebih mudah menentukan speed, aperture value dan nilai ISO yang akan saya gunakan. Saat akan memotret kereta api di kala senja, saya juga sering menggunakan mode ini. Begitu pula saat hunting di dalam dipo, saya memakai mode ini.

motret lokomotif di dalam Dipo Induk Sidotopo menggunakan Manual Mode
data exif : Canon | 18 mm | f/8 | 1/4s | ISO-400
Kelebihan mode ini adalah, kita bisa memaksimalkan kamera kita untuk mendapatkan hasil foto kereta api yang maksimal pula, karena semua setingan kita sendiri yang menentukan. Bagus atau tidaknya foto yang dihasilkan tergantung dari pengalaman kita menentukan berbagai macam parameter yang ada di kamera.

Kekurangannya adalah, mode ini cukup ribet. Tidak cocok jika dipakai saat cuaca sedang galau, atau saat kita sedang terburu-buru. Misalnya kita tiba di spot sudah mepet dengan jam kereta yang akan lewat, atau saat kereta akan melintas tapi kita belum bersiap.

Aperture-priority Mode
Saya menggunakan mode ini terutama saat cuaca sedang galau (baca : pencahayaan tidak menentu). Biasanya di saat langit banyak tertutup awan putih, saat mendung gelap, atau bahkan saat hujan. Mode ini lebih mudah digunakan dan tidak ribet. Saya hanya menentukan nilai aperture yang akan dipakai, selebihnya (nilai speed dan ISO) biar kamera yang menentukan (auto). Saat cuaca cerah dan stabil pun terkadang saya menggunakan mode ini, jika sedang malas untuk menggunakan Manual mode hehehe :D

Nilai aperture yang saya gunakan juga tergantung lensa yang saya pakai. Jika saya memakai lensa kit atau wide, artinya saya ingin memotret kereta api beserta pemandangan alam di sekitarnya, saya seting nilai aperture ke angka tinggi, biasanya minimal f/7.1 karena saya ingin mendapatkan depth of field yang luas, fokus yang luas dari ujung ke ujung frame, sehingga menghasilkan foto yang tajam di keseluruhan frame (kereta api dan pemandangan alam di sekitarnya).

KA Kontener dipotret di pagi hari yang cerah menggunakan Aperture-priority Mode
data exif : Nikon | 18 mm | f/7.1 | 1/500s | ISO-125
Lalu jika saya memakai lensa tele, artinya saya hanya ingin fokus ke obyek kereta api nya saja. Biasanya ini saya pakai jika saya ada di spot sempit, spot rel lurus, spot yang pemandangan di sekitarnya kurang bagus, spot di tengah kota, atau jika ingin memotret fokus ke lokomotifnya. Memotret fokus ke lokomotif biasanya saat momen-momen tertentu, seperti traksi ganda, lokomotif dempulan, atau lokomotif yang dipasangi bendera. Nilai aperture yang saya gunakan biasanya minimal f/5 atau f/5.6 untuk mendapatkan depth of field yang sempit, sehingga foto yang dihasilkan akan tajam pada titik yang terfokus, dan blur pada titik yang tidak terkena fokus. Nilai aperture kecil juga biasa saya gunakan saat membuat foto panning kereta api.

Mode ini mudah digunakan. Kita hanya menentukan nilai aperture yang akan kita gunakan, menyesuaikan dengan kebutuhan momen kereta apa yang akan kita potret. Saat buru-buru pun, mode ini sangat membantu. Kita tidak perlu repot menentukan nilai shutter-speed dan ISO karena sudah ditentukan oleh kamera.

Tetapi, terkadang dengan menggunakan mode ini, hasil foto tidak sesuai seperti yang kita inginkan. Kenapa? Karena nilai shutter-speed dan ISO yang ditentukan berdasarkan software yang digunakan oleh kamera kita sehingga terkadang hasilnya tidak maksimal. Sering terjadi saat saya memakai mode ini, foto yang dihasilkan gelap (under exposure) atau bahkan terlalu terang (over exposure) terutama di bagian langit di saat cuaca sedang mendung.

traksi ganda KLB RUM XXXI percobaan lokomotif CC 300 batch 1
menggunakan Aperture-priority Mode
data exif : Canon | 55 mm | f/10 | 1/160s | ISO-800 
Shutter-priority Mode
Saya sangat sering (dan juga sangat menyarankan) menggunakan mode ini saat memakai lensa tele tanpa IS (Image Stabilizer) atau VR (Vibration Reduction). Apa bedanya IS dan VR? Sama saja, keduanya adalah fitur pengurang getaran pada lensa, beda istilah saja. IS dipakai di lensa Canon, sedangkan VR dipakai di lensa Nikon.

Kenapa menggunakan mode ini saat memakai lensa tele tanpa IS atau VR? Alasannya mudah saja, untuk mengurangi shake saat saya memotret. Salah satu rumus yang dianjurkan untuk mengurangi shake saat memotret adalah nilai shutter speed = 2x focal length. Jika saya memakai lensa 300 mm tanpa IS, maka nilai shutter speed yang saya gunakan minimal 1/600s. Dan karena nilai 1/600 tidak ada di kamera, maka saya menggunakan nilai 1/640s, nilai aperture dan ISO saya percayakan sepenuhnya pada kamera. Saya baru tau tentang tips ini kira-kira tahun 2010. Saat itu saya memotret KA Mutiara Timur Pagi yang sedang melenggok dari jalur 6 Stasiun Surabaya Gubeng menuju ke jalur 1. Saya memotret menggunakan kamera Canon 1000D dan lensa tele 70-300. Hasilnya, foto yang dihasilkan shake atau goyang. Lalu ada teman yang memberi tips agar shutter speed = 2x focal length untuk mengurangi shake. Lalu saya coba untuk memotret KA Bima dari spot yang sama dengan kamera dan lensa yang sama, hasilnya sangat berbeda. Tidak ada shake. Dan sejak saat itu, saat saya memakai lensa tele tanpa IS, saya akan memakai shutter-priority mode untuk memotret. Tidak hanya memotret kereta api, tapi juga memotret obyek lain.

Sebelumnya saya pernah menulis artikel tentang Sepur yang Bergoyang. Di artikel tersebut juga saya beri contoh memotret KA Mutiara Timur Pagi dan KA Bima menggunakan shutter-priority mode.

foto 1 adalah KA Mutiara Timur Pagi
data exif : Canon | 
300 mm | F/5.6 | 1/320s | ISO-100
foto 2 adalah KA Bima
data exif : Canon | 
300mm | F/6.3 | 1/640s | ISO-400
Sama seperti aperture-priority mode, mode ini mudah digunakan. Terutama saat kita terburu-buru atau terlambat datang ke spot foto sedangkan jam kereta datang sudah dekat atau bahkan keretanya sudah terlihat. Kita juga tidak perlu kuatir foto menjadi shake atau goyang saat memakai lensa tele tanpa IS atau VR.

Kekurangan mode ini pun sama dengan aperture-priority mode. Terkadang foto yang dihasilkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, kurang bahkan tidak maksimal. Seringkali under exposure atau over exposure mewarnai foto kereta api kita jika menggunakan mode ini.

foto KA Bengawan di Stasiun Purwosari menggunakan Shutter-priority mode
data exif : Canon | 
300 mm | f/11 | 1/640s | ISO-400
Program Mode
Dalam mode ini, kamera secara otomatis menentukan shutter speed dan nilai aperture. Kecerahan subjek dan jenis lensa juga diperhitungkan dalam pertimbangannya. Nah… kalau mode yang satu ini jujur saya tidak pernah menggunakannya. Selama saya memotret kereta api menggunakan kamera DSLR, saya sama sekali belum pernah mencoba memakai mode ini. Kenapa kok tidak pernah? Saya sendiri ga tau kenapa saya malas menggunakan mode ini hehehe :D

Fully-automated Mode
Ini adalah mode yang sangat mudah untuk digunakan. Tinggal memutar mode dial ke kotak berwarna hijau, dan kamera siap digunakan untuk memotret apapun. Mode ini saya pakai saat dalam keadaan panik dan sangat terburu-buru. Biasanya, saat saya datang sangat terlambat di spot dan kereta sudah dekat (bahkan sudah terlihat), saat cuaca tiba-tiba berubah dan kereta sudah dekat, atau saat saya sedang sangat malas untuk menyeting kamera untuk memotret sepur. Putar saja mode dial ke kotak warna hijau dan saya tinggal mencet tombol shutternya. Gampang :v

Kelebihan mode ini cuma satu, gampang dipakai :v

Kekurangannya, foto yang dihasilkan seringkali tidak sesuai keinginan kita, tidak maksimal, bahkan tidak bagus. Dan satu lagi, jika kita memakai mode ini akan banyak tukang foto yang mem-bully kita dengan mengatakan “kamera mahal-mahal kok pake mode auto” hahahaha :v

Kalo saya dibully gitu, saya jawab “luweeeh, le penting motrek sepur” (terjemahan : terserah saya, yang penting motret sepur) hahaha :v

foto traksi ganda KA Tawang Alun menggunakan Fully-automated Mode
data exif : Canon | 
18 mm | f/9 | 1/200s | ISO-200
Yang saya tuliskan di atas adalah dari pengalaman saya memotret sepur selama beberapa tahun ini. Memang saya masih pemula, mengenal dunia foto baru beberapa tahun saja. Masih banyak orang yang lebih tau, lebih pintar, dan lebih bisa daripada saya. Artikel ini pastinya banyak kekurangan, jika ingin menambahkan, mengkritik, mencaci, memaki, atau bertanya silahkan tulis saja di kolom komentar.

Terima kasih sudah membaca.

Salam satu rel

Sabtu, 05 September 2015

Tips dan Trik : Pembingkaian dan Gerakan [video]

Berikut adalah tips mengatur komposisi pengambilan gambar dan membuat cerita visual yang menarik, sehingga penggemar akan terpaku pada layar. 

Jenis pengambilan gambar 
Ada tiga jenis dasar pengambilan gambar: lebar, menengah, dan close up. Pengambilan gambar dengan sudut lebar membantu Anda mengatur adegan dan memberikan konteks kepada pemirsa. Pengambilan gambar menengah cocok untuk semua penggunaan, dan dapat dimanfaatkan untuk memberikan petunjuk atau memberikan fokus kepada pengguna terhadap hal yang akan terjadi selanjutnya. Sementara itu, pengambilan gambar close-up sering digunakan untuk memberikan fokus pada percakapan yang bersifat pribadi atau akrab, tanpa gangguan. 

Membingkai gambar 
Komposisi pengambilan gambar adalah cara suatu gambar terlihat melalui lensa kamera. Komposisi pengambilan gambar dapat membantu menceritakan kisah dengan memfokuskan perhatian pemirsa pada hal dan lokasi yang ingin Anda perlihatkan. Bereksperimenlah dengan beragam jenis pengambilan gambar. Ambil gambar dengan peralatan seperti kamera ponsel, kamera genggam, atau siapkan juga tripod. Coba gunakan beberapa sudut pandang yang berbeda untuk menggambarkan kisah Anda, dan berikan tampilan dan suasana yang tepat bagi setiap momen yang direkam. Pertimbangkan untuk mencantumkan cara Anda mengatur pembingkaian setiap pengambilan gambar dalam naskah atau papan cerita. 

Gerakkan kamera dan atur emosi pemirsa 
Gerakan dapat memberikan energi pada video, dan sering kali dapat menunjukkan perubahan subjek atau topik cerita emosional. Ini bukan sekadar ke arah mana Anda harus menggerakkan kamera, tetapi bagaimana Anda menggerakkannya. 

Menggerakkan kamera naik dan turun, serta menggeser ke kiri atau kanan dapat menjadi cara yang halus untuk mengubah fokus pemirsa, serta membuka atau menutup sebuah adegan. Zooming dengan kamera berarti memberi tahu pemirsa, "Hei, lihat ini!" 

framing dan fokus kamera mengikuti gerakan lokomotif
Menggerakkan kamera secara fisik dapat menghasilkan rekaman yang dinamis. Mengambil gambar dengan gerakan tangan, atau menggunakan cara pintasan seperti menempatkan kamera pada skateboard yang bergerak, bisa menjadi cara yang baik untuk merekam adegan penuh aksi. Seperti halnya saat mempertimbangkan sudut kamera, sebaiknya petakan dalam naskah: di mana dan kapan kamera akan bergerak, antisipasi ke mana subjek akan bergerak, dan bayangkan apa yang akan dialami pemirsa ketika menonton gerakan tersebut. 

Pertimbangkan untuk mencoba teknik ini dengan kamera biasa, kemudian lihat rekaman tersebut dari ponsel Anda juga. 

Mengambil gambar kapan saja dengan ponsel Anda 
Mengambil gambar dengan kamera ponsel dapat menjadi alternatif serbaguna jika Anda tidak memiliki kamera berteknologi tinggi, atau jika Anda ingin merekam sesuatu secara langsung, tanpa perlu kru atau persiapan yang lengkap. Anda dapat menangkap berbagai momen secara spontan atau merekam keseluruhan video serial melalui perangkat seluler. Kamera ponsel juga dapat membantu menggambarkan ide Anda dengan cepat seperti papan cerita visual. 

Tips langsung dari Youtube Content Creator